PERTANIAN

Suksesnya karir seorang suami  dipengaruhi juga oleh dukungan dari seorang istri, ibarat sayap burung yang bisa terbang lepas ke angkasa, itu karena sayapnya sempura, begitu juga dengan pesawat terbang  yang bisa mengelilingi dunia, itupun karena pesawat terbang mempunyai sayap yang sempurna. Begitupun dengan sebuah keluarga yang harmonis, antara suami dan istri saling menopang, ia bisa mengelilingi samudera kehidupan, badai topan  dan badai lautan samudra mampu dilintasi dengan baik. karena sayap keluarga berkibar dengan sempurna antara suami dan istri sejalan seiring dan seirama.

            Misbak  nama seorang lelaki setengah baya yang mengelola dan menunggu Rumah Hutan, ditengah kesunyian hutan  yang terkadang kalau tengah malam gulita suka ada babi hutan yang menghampirinya, atas keberaniannya  ia tetap tabah  dan sabar menunggu di Rumah Hutan, terlebih sekarang sudah 3 tahun  berjalan  pohon-pohon palawija sudah menghasilkan, dari pohon pisang, duren, padi darat, jagung, cabe dan lain-lain, juga ada ternak seperti ayam dan kambing, menambah betah saja pak Misbak menunggu  Rumah Hutan, terlebih seluruh tanaman yang ada di Rumah Hutan adalah miliknya.     
            Ibu Supriah  itulah nama istri pak Misbak yang selalu setia mendampingi di Rumah Hutan, namun rumahnya yang ada di kampung masih dirawat dengan baik,walau terkadang ia harus menginap di Rumah Hutan, karena selama berdirinya Rumah Hutan sang  Suami selalu menginap di Rumah Hutan, yang sudah menjadi Rumah ke duanya.
            Ibu Supriah yang dikaruniai anak 7 (tujuh) orang  ini, kesehariannya mengurusi rumahnya yang ada di kampung dan tiap pagi pergi ke Rumah Hutan, menemani sang suami bekerja, semuan anak-anaknya yang tinggal  5 (lima) orang yang ikut dengan dia, karena yang 2 (dua) orang sudah berumah tangga dan sudah bekerja di Jakarta. Idealnya memang konsep Rumah Hutan ini dihuni oleh satu keluarga yang berkerja full di ladang, namun karena mereka punya rumah di kampung jadi masih  pulang pergi ke kampung dan Rumah Hutan, walaupun sekarang keluarga  Pak Misbak sudah sering tinggal di RH.
            Kampung Ibu Supriah, namanya kampung Serdang jarak dari RH sekitar kurang lebih 3 (tiga) Km, dan kalau  pergi ke RH harus jalan kaki dengan menaiki bukit lembah dan ada sungi kecil yang harus dilintasi, namun karena sudah terbiasa di lewati jarak tempuh bukanlah persoalan buat Ibu Supriah, terlebih sekarang sudah punya harta yang menghampar, ada padi yang sudah menghijau, pohon pisang yang dulu  pernah kena penyakit dan pada mati, kini  sudah mulai tumbuh subur dan menghijau,terlebih sekarang musin hujan,  tanaman sudah tidak kekurangan air dan baru satu minggu habis panen duren, semakin tambah semangat saja untuk bekerja di ladang. Demi kesejahteraan keluarga dan menyongsong masa depan lebih cerah.  (by. Kang Ros)


Dok.bang Ros
Ibu Supriah, yang setia menemani suaminya diladang, sedang membersihkan rumput yang ada di tanaman padi darat, ”sebentar lagi  akan panen sekitar 2 bulan lagi”  katanya sambil tersenyum  (foto di ambil pada tanggal 28/1/2010)





Dok. Bang Ros
Misbak suami bu Supriah yang rajin bekerja di ladang Rumah Hutan, kini tanamannya menjadi subur dan bagus  yang luasnya sekitar + 2 Hektar


Dok. Omah
Ketua LPM Rumah Hutan Rosadi Pribadi, saat mengunjungi beberapa centra pertanian di sekitar Rumah Hutan, kamis, 28/01/10 kini Rumah Hutan bertambah luasnya 1 hektar, yang sebelumnya hanya 2 hektar



            Marno, namanya cukup singkat namun tidak sesingkat perjalanan hidupnya lelaki kelahiran Gunung Kidul Jogjakarta, 19 Juni 1969 ini, pernah menjadi sopir dan pernah  gagal dalam mengelola ternak ayam, namun  ia tidak patah semangat untuk terus berkarya dan berjuang, Pria yang hobi bertani dan membaca  ini walaupun pendidikannya tidak  sampai  sarjana,  namun ia sering mengikuti pelatihan-pelatihan tentang pertanian, sehingga ilmunya tidak kalah dengan seorang sarjana pertanian, maklum ia pernah mengikuti hampir  40 kali pelatihan pertanian baik yang selenggarakan oleh Dinas Pertanian maupun oleh pihak swasta.
            Sejak bergabungnya pak Marno di Rumah Hutan, banyak kemajuan yang dialami oleh Rumah Hutan diantara adalah dalam mengelola penyakit pisang, dimana sebelumnya pisang-pisang yang ada di Rumah Hutan pada kena penyakit, sehingga buah pisang pada hitam dan daun-daunya menjadi layu. Dengan sistem  pembibitan yang  baik  dan pemupukan yang sempurna, kini pisang-pisang yang ada di Rumah Hutan menjadi tambah subur dan tumbuh dengan baik.
            Keseharian pak Marno sekarang hanya mengurusi tanaman yang ada di Rumah Hutan, baik tanaman palawija maupun tanaman keras lainnya seperti duren, petai, cempedak dan lain-lain. Mengamati tanaman baginya adalah sesuatu yang membahagiakan karena mengurus tanaman seperti merawat atau mengurus anak, harus di kasihi dan  di sayangi, ketika tanaman kurang air, maka ia harus cepat-cepat di siram agar tidak layu dan kering, dan ketika rumput-rumput mulai tumbuh disekitar tanaman harus segera di bersihkan, sehingga tidak mengganggu tanaman.
            Pria yang beristrikan Suarsih yang dikaruniai anak 4 (empat) ini keseharianya di temani cangkul dan golok, baginya kalau ada tanaman yang tidak bagus dan tidak berbuah dengan baik membuatnya  penasaran, apa yang terjadi pada tanaman tersebut, sehingga pikiran dan tenaganya di fokuskan pada tanaman yang di urusinya. 
            Pada saat  diluncurkannya program Pemberantasan Buta Aksara, pada masyarakat sekitar Rumah Hutan, ia pun dilibatkan menjadi tutor, ”Mengajari Ibu-ibu yang belum bisa baca dan nulis merupakan pekerjaan yang harus sangat sabar dan tekun, karena terkadang ketika belajar, ada anak Warga Belajar (WB) yang menangis dan lari-lari, sementara Ibu-ibu harus konsen belajar” Aku pak Marno saat wawancara  dengan redaksi di Rumah Hutan.
            Ketika ditanya soal tehnis pemebelajaran pak Marno mengatakan bahwa: ”Dalam pembelajaran dilakukan secara fleksibel saja, kadang diselenggarakan di Rumah Hutan, terkadang juga di kampung Cilandak”, karena memang pak Marno kebagian tugas di kampung Cilandak, dan 40 Warga belajar berada di kampng bojong dan 30 warga belajar berada di kampung Cilandak, disela-sela pembelajaran terkadang pak Marno suka di tanya tentang persoalan pertanian, seperti bagaimana cara pemupukan pisang  yang baik, menanam paliwaja dan lain-lain sekitar pertanian.
            Pria yang suka makan sayur asem ini mempunyai harapan terhadap kampung halamannya, ia ingin sekali meningkatkan produksi pangan, sehingga masyarakat tidak lagi merasa kekurangan terhadap kebutuhan pangan baik itu beras mapun lainnya. Konsep multi pangan yang di kembangkan di Rumah Hutan merupakan  kosep yang sangat baik untuk masyarakat, karena dengan kecukupan pangan hidup akan tenang dan rukun, disamping itu pula dengan ketenangan hidup, maka manusia bisa mengembangkan kreasi lainnya, seperti dalam berkesenian dan kerajinan.